--> Skip to main content

follow us

Makna dan Arti Filosofi Pakaian Penghulu atau Datuk di Minangkabau

Makna dan Arti Filosofi Pakaian Penghulu atau Datuk di Minangkabau 


Penghulu (Panghulu) yang lebih dikenal dengan sebutan Datuak (Datuk) di Minangkabau memiliki pakain kebesaran. Pakain kebesaran yang tidak boleh seenaknya dipakai oleh seseorang di Minangkabau dalam kesehariannya. Pakain kebesaran penghulu memiliki Makna dan Arti Filosofi yang kuat dan hebat di Minangkabau. 

Maka dalam artikel kali ini yang berjudul Makna dan Arti Filosofi Pakaian Penghulu atau Datuk di Minangkabau akan membahas secara rinci bagian-bagian dari pakain penghulu yang memiliki makna arti filosofi. 

Pakaian Penghulu selain memiliki makna dan Arti Filosofi juga punya tata cara yang telah digariskan oleh adat cara memakai dan mengenakannya. 

Nah langsung saja kita bahas secara mendalam Makna dan Arti Filosofi Pakaian Penghulu atau Datuk di Minangkabau yang mana pakaian penghulu merupakan seperangkat pakaian yang terdiri dari:

1. Destar atau Deta Penghulu/Datuk Minangkabau 

Destar atau di dalam bahasa Minangkabau biasa disebut dengan Deta ini adalah tutup kepala atau sebagai perhiasan berbentu tutup kepala. Bila dilihat pada bentuknya Destar atau Deta ini terbagi atas beberapa bahagian sesuai dengan sipemakai dan orang yang mengenakannya, daerah dan kedudukannya. 

Deta Raja Alam bernama “dandam tak sudah (dendam tak sudah). Penghulu memakai deta Gadang (destar besar) atau saluak batimbo (seluk bertimba). Deta Indomo Saruaso bernama Deta Ameh (destar emas). Deta raja di pesisir bernama cilieng manurun (ciling menurun). 

Destar atau Deta seluk yang melilit di kepala penghulu seperti kulit yang menunjukkan isi dengan pengertian destar atau Deta membayangkan apa yang terdapat dalam kepala seorang penghulu. Destar mempunyai kerut, bermakna dan menunjukkan bahwa di kepala Penghuku atau Datuk ini terdapat dan tersimpan banyak undang-undang yang perlu diketahui oleh penghulu dan sebanyak kerut destar itu pulalah hendaknya akal budi seorang penghulu dalam segala lapangan. 

Jika destar itu dikembangkan, kerutnya mesti lebar. Ini bermakna bahwa Demikianlah paham penghulu itu hendaklah lebar pula sehingga sanggup melaksanakan tugasnya sampai menyelamatkan anak kemenakan, korong dan kampung dan juga nagari. Kerutan destar juga memberikan makna, bahwa seorang penghulu sebelum berbicara atau berbuat hendaklah mengerutkan kening atau berfikir terlebih dahulu dan jangan tergesa-gesa.

2. Baju Penghulu/Datuk Minangkabau 

Baju penghulu berwarna hitam. Hitam sebagaimana di dikenal di daerah Minangkabau bermakna sebagai lambang kepemimpinan. Hitam tahan tapo, putiah tahan sasah (hitam tahan tempa, putih tahan cuci). 

Dengan arti kata bahwa umpat dan puji adalah hal yang harus diterima oleh seorang pemimpin dengan lapang dada dan dengan kepala yang dingin. Dengan bahasa liris mengenai baju ini dikatakan “baju hitam gadang langan, langan tasenseng bukan dek bangih, pangipeh angek nak nyo dingin, pahampeh gabuek nak nyo habih (baju hitam besar lengan, lengan tersinsing bukan karena marah, pengipas hangat supaya dingin, pengipas debu supaya habis). 

Lengan baju diberi benang makau, benang besar diapit oleh benang kecil yang mempunyai pengertian orang besar mempunyai pengiring. Mengenai leher besar mempunyai pengiring. mengenai leher baju dikatakan lihie nan lapeh tak bakatuak, babalah hampie ka dado (leher yang lepas tidak berkatuk, berbelah hampir kedada) yang mempunyai arti seorang penghulu alamnya lapang buminya luas. 

Ditambahkan lagi bahwa Gunuang tak runtuah dek kabuik, lawuik tak karuah dek ikan, rang gadang martabatnyo saba, tagangnyo bajelo-jelo, kaduonyo badantiang-dantiang, paik manih pandai malulua, disitu martabat bahimpunnyo (gunung tidak runtuh karena kabut, laut tidak keruh karena ikan. Orang besar martabatnya besar, tegangnya menjalar lebar, kendurnya berdenting-denting, pahit manis pandai menelan, di sana martabat berhimpun). Pengertian yang terkandung di dalamnya adalah seorang penghulu yang tidak goyah wibawa dan kepemimpinannya dalam menghadapi segala persoalan dan dia harus bijaksana dalam menjalankan kepemimpinannya.

3. Sarawa atau Celana Penghulu/Datuk Minangkabau 

Ungkapan adat di Minangkabau mengenai sarawa atau celana penghulu atau datuak ini mengatakan

“basarawa hitam gadang kaki, kapanuruik alue nan luruih, kapanampuah jalan pasa dalam kampung, koto jo nagari, langkah salasai jo ukuran. 

(bercelana hitam besar kaki, penujuk aturan yang lurus, kepenempuh jalan yang lapang dalam kampung, koto dan nagari langkah selesai dengan ukuran). 

Celana dan sarawa penghulu atau yang besar ukuran kakinya mempunyai pengertian bahwa kebesarannya dalam memenuhi segala panggilan dan yang patut dituruti dalam hidup bermasyarakat maupun sebagai seorang pemangku adat. Kebesarannya itu hanya dibatasi oleh salah satu martabat penghulu, yaitu murah dan mahal, dengan pengertian murah dan mahal hatinya serta perbuatannya pada yang patut dan benar.

4. Sasampiang atau Samping Penghulu/Datuk Minangkabau 

Sasampiang atau samping pada pakaian Penghuku adalah selembar kain yang dipakai seperti pada pakaian baju teluk belanga. Warna kain sesampiang biasanya berwarna merah yang menyatakan seorang penghulu berani. Sesamping juga biasanya diberi benang makau (benang berwarna-warni) dalam ukuran kecil-kecil yang pengertiannya membayangkan ilmu dan keberanian di atas kebenaran dalam nagari. 

Keindahan kain menunjukkan hatinya kaya, batasnya hingga lutut untuk menyatakan bahwa seorang penghulu hatinya miskin di atas yang benar. Pengertian kaya yaitu seorang penghulu berlapang hati terhadap sesuatu perbuatan yang baik yang dilakukan oleh anak kemenakannya. Sebagai contoh ada sesuatu pekerjaan yang dilakukan oleh keponakannya tetapi tidak setahu dia. Karena pekerjaan itu baik maka tidak menghalangi dan malahan ikut menyelenggarakannya.

5. Cawek (Ikat Pinggang) Penghulu/Datuk Minangkabau 

Mengenai cawek ini diungkapkan dalam bahasa adat Minangkabau.

“cawek suto bajumbai alai, saeto pucuak rabuang, saeto jumbai alainyo, jambuah nan tangah tigo tampek. Cawek kapalilik anak kemenakan, panjarek aka budinyo, pamauik pusako datuak, nak kokoh lua jo dalam, nak jinak nak makin tanang, nak lia nak jan tabang jauah. Kabek salilik buhua sentak, kokoh tak dapek diungkai, guyahnyo bapantang tangga, lungga bak dukua di lihia, babukak mako ka ungkai, jo rundiang mako ka tangga, kato mufakaik kapaungkai”. 

Cawek penghulu atau datuak dalam pakaian adat ialah dari kain dan ada kalanya kain sutera. Panjang dan lebarnya harus sebanding atau lima banding satu hasta dan ujungnya pakai jumbai dan hiasan pucuk rebung. Arti yang terkandung dari cawek atau ikat pinggang ini dapat disimpulkan bahwa seorang penghulu harus cakap dan sanggup mengikat anak kemenakan secara halus dan dengan tenang mendapatkan akal budinya.

6. Sandang (Kain Di bahu) Penghulu/Datuk Minangkabau 

Sesudah memakai destar/deta dan baju, celana serta sesamping maka dibahu disandang pula sehelai kain yang bersegi empat. Kain segi empat inilah yang disebut sandang. Kain segi empat yang disandang ini dalam kata-kata simbolisnya dalam bahasa adat Minangkabau dikatakan.

“sandang pahapuih paluah di kaniang, pambungkuih nan tingga bajapuik”, pangampuang nan tacicie babinjek”. 

Pengertiannya adalah bahwa seorang penghulu siap menerima anak kemenakan yang telah kembali dari keingkarannya dan tunduk kepada kebenaran menurut adat. Begitu juga segala ketinggalan ditiap-tiap bidang moril maupun materil selalu dijemput atau dicukupkan menurut semestinya.

7. Keris atau Karih Penghulu/Datuk Minangkabau 

Penghulu bersenjatakan keris atau karih yang tersisip di pinggang. Orang yang tidak penghulu, tidak dibenarkan memakai keris; kecuali menyimpannya. Keris merupakan kebesaran bagi penghulu dan mengandung arti yang mendalam. Pemakaiannya tertentu dengan kelengkapan pakaiannya, letaknya condong ke kiri dan bukan ke kanan yang mudah mencabutnya. 

Letak keris yang condong ke kiri ini mengandung pengertian bahwa seorang penghulu harus berfikir terlebih dahulu dan jangan cepat marah dalam menghadapi sesuatu persoalan, apalagi main kekerasan. Gambo atau tumpuan punting keris; artinya penghulu adalah tempat bersitumpu bagi anak kemenakan untuk mengadukan sakit senang. Kokoh keris bukan karena embalau, dengan pengertian bahwa yang memberi kewibawaan bagi penghulu, adalah hasil perbuatannya sendiri. 

Mata keris yang bengkok-bengkok, ada yang bengkoknya dua setengah patah; ada yang lebih. Pengertiannya adalah penghulu harus mempunyai siasat dalam mejalankan tugasnya. Mata keris balik bertimba dan tidak perlu diasah semenjak dibuat dengan pengertian bahwa kebesaran penghulu dan dibesarkan oleh anak kemenakan dan nagari. Tajamnyo indak malukoi, mamutuih indak diambuihkan (tajam tidak melukai, memutus tidak dihembuskan), dengan pengertian seorang penghulu tidak fanatik, tidak turut-turutan kepada paham dan pendapat orang lain, percaya pada diri dan ilmunya. 

Bahasa lirisnya terhadap keris ini diungkapkan.

“senjatonyo karih kabasaran sampiang jo cawak nan tampeknyo, sisiknyo tanaman tabu, lataknyo condong ka kida, dikesongkan mako dicabuik. Gambonyo tumpuan puntiang, tunangannyo ulu kayu kamek, bamato baliek tatimbo, tajamnyo pantang malukoi, mamutuih rambuik diambuihkan. Ipuehnyo turun dari langik, bisonyo pantang katawaran, jajak ditikam mati juo, kepalawan dayo urang aluih, kaparauik lahie jo batin, pangikih miang di kampuang, panarah nan bungkuak sajangka, lahia batin pamaga diri patah muluik tampek kalah, patah karih bakeh mati”.

8. Tungkek (Tongkat) Penghulu/Datuk Minangkabau 

Tongkat juga merupakan kelengkapan pakaian seorang penghulu. Mengenai tongkat ini dikatakan

“Pamenannya tungkek kayu kamek, ujuang tanduak kapalo perak. Panungkek adat jo pusako, barih tatagak nan jan condong, sako nan kokoh diinggiran. Ingek samantaro sabalun kanai, gantang nak tagak jo lanjuangnyo" 

Tongkat yang dibawa penghulu sebagai kelengkapan pakaiannya bukan untuk menunjukkan penghulu itu tua umur, melainkan seorang penghulu itu yang dituakan oleh kaum, suku dan nagarinya. Dia didahulukan selangkah, ditinggikan seranting.

Nah itulah Makna dan Arti Filosofi Pakaian Penghulu atau Datuk di Minangkabau. Semoga datuak atau penghulu jaman now dapat memahami dan menerapkan Makna dan Arti Filosofi Pakaian Penghulu atau Datuk di Minangkabau pada kehidupannya bernagari dan ber adat dan budaya Minangkabau. Semoga artikel yang berjudul Makna dan Arti Filosofi Pakaian Penghulu atau Datuk di Minangkabau bermanfaat bagi Dunsanak yang mencari referensi adat dan budaya Minangkabau. Salam

Bonus : Artikel berjudul Makna dan Arti Filosofi Pakaian Penghulu atau Datuk di Minangkabau ini diperbaharui dan diupdate pada tanggal 22 Agustus 2018. Semoga dengan update ini menambah referensi Sanak. Dan jika sanak punya informasi menarik lainnya tentang Minangkabau dan ingin mengirimkan kepada Blogminangkabau.com. Silahkan hubungi kontak yang tersedia.

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar