--> Skip to main content

follow us

Perbedaan Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago di Minangkabau

Perbedaan Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago di Minangkabau. Lareh di Minangkabau terdiri atas dua. Yaitu lareh Koto Piliang dan lareh bodi caniago. Dua lareh ini memiliki perbedaan mendasar dan jelas dalam sistem pemerintahan. Dua Lareh di Minangkabau ini memiliki cara-cara berbeda dalam menentukan sebuah hukum atau perkara dalam tatanan kehidupan.

Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago sebenarnya adalah sebuah satu kesatuan. Namun karena perbedaan dan ciri khas tadilah dua lareh ini dikenal. Apa saja perbedaan dari dua lareh ini? Inilah perbedaan antara Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago di Minangkabau menurut blogminangkabau.com yang dirangkum dari beberapa sumber:

1. Memutuskan Perkara


Dalam memutuskan perkara, Lareh Bodi Caniago berpedoman kepada aturan yang dikenal dengan bahasa adat seperti berikut:

“...tuah dek sakato, mulonyo rundiang dimufakati, dilahia lah samo nyato di batin buliah diliekti...” 

Yang artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut:

Tuah karena satu kata, mulanya rundingan karena mufakat, di lahir sudah sama nyata, di batin boleh dilihat).

Arti dan Maknanya adalah Lareh Bodi Caniago memutuskan sesuatu pekerjaan atau menghadapi sesuatu persolan terlebih dahulu hendaklah dimufakati, dimusyawarahkan. Hasil dari mufakat ini benar-benar atas suara bersama.

Sedangkan pada lareh Koto Piliang menentukan dan memutuskan perkara berdasarkan kepada bahasa adat sebagai berikut

"...nan babarih nan bapahek, nan baukua, nan bakabuang : coreng barih buliah diliek, cupak panuah bantangnyo bumbuang...” 

Artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut :

(yang digaris yang dipahat, yang diukur yang dicoret : baris boleh dilihat, cupak penuh gantangnya bumbung).

Pengertiannya kurang lebih adalah bahwa di lareh Koto Piliang segala undang-undang atau peraturan yang dibuat sebelumnya dan sudah menjadi keputusan bersama harus dilaksanakan dengan arti kata “terbujur lalu terbulintang patah”. Siapa yang menentang atau melanggar konsekuensinya adalah hukuman yang telah ditetapkan.

2. Mengambil Keputusan


Dalam mengambil suatu keputusan adat pada lareh Bodi Caniago berpedoman kepada, seperti yang tertuang dalam bahasa adat seperti berbunyi pada kalimat di bawah ini:

“...kato surang dibulek i katobasamo kato mufakat, lah dapek rundiang nan saiyo, lah dapek kato nan sabuah, pipiah dan indak basuduik bulek nan indak basandiang, takuruang makanan kunci, tapauik makanan lantak, saukua mako manjadi, sasuai mangko takana, putuih gayuang dek balabeh, putih kato dek mufakat, tabasuik dari bumi...". 

Artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut :

(kata seorang dibulati, kata bersama kata mufakat, sudah dapat kata yang sebuah, pipih tidak bersudut, bulat tidak bersanding, terkurung makanan kunci, terpaut makanan lantak, seukur maka terjadi, sesuai maka dipasangkan, putus gayung karena belebas, putus kata karena mufakat, tumbuh dari bumi).

Maksudnya adalah dari sistem adat lareh Bodi Caniago ini yang diutamakan sekali adalah sistem musyawarah mencari mufakat.

Sedangkan Koto Piliang yang menjadi ketentuannya. Tertuang dalam bahasa adat sebagai berikut:

"...titiak dari ateh, turun dari tanggo, tabujua lalu tabalintang patah, kato surang gadang sagalo iyo, ikan gadang dalam lauik, ikan makannyo, nan mailia di palik, nan manitiak ditampung..." 

Artinya dalam bahasa Indonesia kurang lebih sebagai berikut :

(titik dari atas, turun dari tanggga, terbujur lalu terbelintang patah, kata sorang besar segala iya, ikan besar dalam laut ikan makannya, yang mengalir di palit yang menitik ditampung).

Maksudnya dalam lareh Koto Piliang segala sesuatu keputusan adat berdasarkan apa yang telah tertuang dan ditentukan oleh pemerintahan.

3. Pengganti Gelar Pusaka


Pada lareh Bodi Caniago seseorang penghulu boleh hidup bakarilaan, yaitu mengganti gelar pusaka kaum selagi orangnya masih hidup. Hal ini bila yang digantikan itu sudah terlalu tua dan tidak mampu lagi menjalankan tugasnya sebagai pemimpin anak kemenakan. Dalam adat dikatakan juga

"lurahlah dalam, bukiklah tinggi" (lurah sudah dalam, bukik sudah tinggi). 

Sedangkan pada lareh Koto Piliang "baka mati batungkek budi" (mati bertongkat budi)

maksudnya dalam lareh Koto Piliang gelarnya itu baru bisa digantikan setelah orangnya meninggal dunia.

4. Kedudukan Penghulu


Pada lareh Koto Piliang ada tingkatan-tingkatan penguasa sebagai pembantu penghulu pucuk, berjenjang naik bertangga turun. Tingkatan penghulu dalam nagari ada penghulu andiko, penghulu suku, dan penghulu pucuk.

Penghulu pucuk inilah sebagai pucuk nagari. “bapucuak bulek, baurek tunggang” (berpucuk bulat berurat tunggang). 

Sedangkan pada Bodi Caniago semua penghulu sederajat duduknya "sahamparan, tagak sapamatang" (duduk sehamparan tegak sepematang).

5. Balai Adat dan Rumah Gadang


Balai adat lareh Koto Piliang mempunyai anjuang kiri kanan berlabuh gajah di tengah-tengah. Anjung kiri kanan ada tempat yang ditinggikan. Ini dari lantai yang lain untuk menempatkan penghulu-penghulu sesuai dengan fungsinya atau tingkatannya. Lantai rumah gadang Koto Piliang ada tingkatannya. Maksudnya juga bila ada persidangan penghulu-penghulu tidak sama tinggi kedudukannya, dia duduk sesuai dengan fungsinya dalam adat. Pada lareh Bodi Caniago lantai balai adat dan rumah gadang, lantainya datar saja. Semua penghulu duduk sehamparan duduk sama rendah, tegak sama berdiri.

Secara substansial, kedua sistem adat ini sesungguhnya sama-sama bertitik tolak pada azas demokrasi. Perbedaannya hanya terletak pada aksentuasi dalam penyelenggaraan dan perioritas pada hak azasi pribadi disatu pihak dan kepentingan umum dipihak lain. Suatu fenomena yang sudah sama tuanya dengan sejarah kebudayaan umat manusia sendiri.

Dua lareh diatas adalah yang berkembang dan didapatkan melalui beberapa catatan penilitian yang ada. Luhak Tanah Datar sebagai awal mula kebudayaan Minangkabau (pusek Jalo pumpunan Ikan) mempunyai kelarasan keempat yang berpusat di sekitar situs batu batikam. Daerah tersebut menggunakan adat Bodi Caniago Sadidi Lareh Nan Bunta.

Tapi secara garis besar dan kesimpulannya adalah dua sistem lareh di atas, Baik lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago memiliki keunikan dan keistimewaan masing-masing dalam pemerintahan. Dan dua sistem lareh tersebutpun diadaptasi oleh sistem pemerintahan sekarang. Karena sebenarnya asalnya adalah demokrasi.

Demikianlah Perbedaan Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago di Minangkabau. Semoga saja apa saja yang termakhtub dalam peraturan adat di dua lareh di atas bisa jadi rujukan kebudayaan. Terimakasih telah membaca dengan baik Perbedaan Lareh Koto Piliang dan Lareh Bodi Caniago di Minangkabau. Assalamualaikum

You Might Also Like:

Comment Policy: Silahkan tuliskan komentar Anda yang sesuai dengan topik postingan halaman ini. Komentar yang berisi tautan tidak akan ditampilkan sebelum disetujui.
Buka Komentar